Rabu, 02 April 2014

Laporan praktikum penentuan kadar air dan kadar abu pada biskuit

LAPORAN PRAKTIKUM
KIMIA ANALITIK II
PENENTUAN KADAR AIR DAN KADAR ABU DALAM BISKUIT
28 MARET 2014








Disusun Oleh :
Annisa Etika Arum
1112016200009
Kelompok 4  :
1.      Aini Nadhokhotani Herpi   1112016200017
2.      Fikri Sholihah   1112016200028
3.      Rendhika Taufik Yudoseno  1112016200036


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014

I.                   Abstrak
Tujuan percobaan ini adalah menerapkan prinsip Gravimetri untuk menentukan kadar air. Kita mengenal begitu banyak bentuk bahkan merk biskuit di Indonesia tanpa mengetahui berapa sesungguhnya kadar air yang terkandung dalam biskuit tersebut. SNI (Standar Nasional Indonesia) telah menentukan kandungan kadar air dan kadar abu dalam segala makanan yang akan dikonsumsi masyarakat.
II.                Landasan teori
Analisis Gravimetri adalah proses isolasi dan pengukuran berat suatu unsure atau senyawa tertentu. Bagian terbesar dari penentuan secara analisis gravimetric meliputi transformasi unsure atau radikal ke senyawa murni stabil yang dapat segera diubah menjadi bentuk yang dapat ditimbang dengan teliti. Pemisahan unsur-unsur atau senyawa yang dikandung dilakukan dengan beberapa cara, seperti : metode pengendapan, metode penguapan, metode elektroanalisis. Pereaksi organik yang digunakan pada analisis gravimetri dikenal sebagai endapan organik. (S.M. Khopkar , 1990)
Suatu cara analisa gravimetri biasanya berdasarkan reaksi kimia, seperti :
aA + rR → Aa Rr
dengan ketentuan a adalah molekul analit A, bereaksi dengan r molekul pereaksi R. hasil Aa Rr biasanya merupakan zat dengan kelarutan yang kecil yang dapat ditimbang dalam bentuk yang itu setelah dikeringkan atau yang dapat dibakar menjadi senyawa lain dengan susunan yang diketahui dan kemudian ditimbang.  (A.L. Underwood , 1981)
Dehydrofreezing metode ini terdiri dari pengeringan bahan pangan sampai kadar air menurun menjadi 50% dari kadar air awal. Kualitas bahan pangan yang dikeringkan denga metode ini mempunyai kualitas yang setara dengan bahan pangan yang dibekukan. Keuntungan teknik ini adalah pengurangan volume yang dapat mencapai 50% dari berat awal sehingga dapat menurunkan biaya penyimpanan dan pengemasan dibandingkan pembekuan biasa.  (Dr. Teti Estiasih, S. TP., M.P , 2009)


III.             Alat bahan & langkah kerja
a.       Alat dan bahan
1.      Biskuit  2 gram
2.      Krus porselen
3.      Lumpang dan mortar
4.      Oven
5.      Furnest
6.      Neraca  analitik                
b.      Langkah kerja
1.      Haluskan biskuit dengan menggunakan lumpang dan mortar
2.      Panaskan krus porselen di dalam oven dengan temperature 1050 selama 5 menit dan dinginkan dalam desikator selama 15 menit
3.      Timbang berat kosong porselen yang sudah dipanaskan menggunakan neraca analitik
4.       Timbang sebanyak 2 gram biskuit kedalam porselen ketika masih didalam neraca
5.      Panaskan porselen yang berisi sampel (biskuit) selama 1,5 jam kedalam oven dengan temperature 1050
6.      Dinginkan dalam desikator selama 15 menit kemudian timbang (catat)
7.      Panaskan kembali porselen selama 10 menit pda temperature 1050 dan dinginkan selama 5 menit didalam desikator, kemudian timbang dan catat. Ulangi langkah ke-7 sampai beratnya konstan minimal 3 kali
8.      Setelah konstan lakukan pemanasan kedalam furnest untuk menentukan kadar abu dalam temperature 4250 selama 20 menit
IV.             Hasil dan pembahasan
A.    Hasil
Massa cawan porselen kosong            : 58,3500 gram
Massa cawan porselen + sampel           : 60,3580 gram
Massa pemanasan I     :  60,2619 gram
Massa pemanasan II      : 60,2545 gram
Massa pemanasan III    :  60,2567 gram
Massa pemanasan IV    :  60,2659 gram
Massa pemanasan V      :  60,2644 gram
Massa pemanasan VI     :  60,2611 gram
Hitung rata – rata bobot   :  60,2659 gram + 60,2644 gram + 60,2611 gram
                                                                                    3
                                        =  180,7914 gram   =  60,2638 gram
                                                     3
Hitung bobot total      =  60,3580 – 60,2638 =  0,0942 gram
Bobot sampel               =  60,3580 – 58,3500 = 2,008 gram
Kadar air     =                hilang bobot                   x 100%
                                                                g contoh
Kadar air biskuit          =  0,0942 x 100%  = 4,6912%
                                          2,008
Penentuan kadar abu
Massa cawan krus    :  15,0806 gram
Massa cawan krus + sampel   :  17,0251 gram
Massa pemanasan    :  15,3898 gram
Kadar abu     =                penambahan bobot                   x 100%
                                                                         g contoh
Massa abu                  :  1,6353  =  84,0987%    
             1,9445
B.     Pembahasan
Menurut SNI 01-2973-1992, cookies merupakan salah satu jenis biskuit yang
dibuat dari adonan lunak, berkadar lemak tinggi, relatif renyah bila di patahkan dan penampang potongannya tertekstur padat. (library.binus.ac.id : 26)
Definisi kadar air menurut SNI adalah perbandingan berat air yang mengisi rongga pori material terhadap berat partikel padatnya yang dinyatakan dalam persen.
Pada percobaan penentuan kadar air dan abu menurut SNI kelompok kami menggunakan sampel biskuit bermerek goodtime. Goodtime menurut komposisinya menggunakan tepung terigu dan bahan lainnya. Menurut SNI kadar air dan kadar abu syarat mutu biskuit sebagai berikut : kadar air max 5%, protein min 9%, lemak min 9,5%, karbohidrat min 70%, kadar abu max 1,6%, dan jenis tepung tepung terigu. (pphp.deptan.go.id : 1)
 Kami telah melakukan uji pada biskuit tersebut dan hasil dari kadar air biskuit tersebut mencapai 4,6912% artinya kadar air biskuit tersebut masih dalam syarat mutu SNI dengan maximal 5%. Untuk kadar abu kami mendapatkan persen yang masih lebih banyak dari syarat mutu SNI dengan menggunakan perhitungan sebanyak 84,0987%. Hal ini sangat mempengaruhi kualitas biskuit dengan prosentase kadar abu yang lebih tinggi dibandingkan SNI yaitu 1,6% maximal.
Pada proses pemanasan maksimal dilakukan sebanyak tiga kali, tetapi kelompok kami melakukan sampai enam kali karena nilai yang dihasilkan belum konstan pada proses penimbangan ke tiga. Hal ini dikarenakan cawan porselen yang digunakan untuk tempat sampel yang dipanaskan tersentuh dengan kulit manusia. Mengapa tidak diperbolehkan tersentuh dengan kulit karena kulit mengandung lemak yang dapat menambah bobot pada cawan porselen tersebut. Jadi cawan yang akan digunakan untuk pemanasan dari awal habis dicuci tidak boleh dipegang langsung oleh tangan dan harus memakai alat bantu yaitu penjepit besi.

V.                Kesimpulan
Kadar air dalam biskuit sebanyak 4,6912% keadaan tersebut dapat dibilang termasuk syarat mutu SNI dan dalam tahap aman untuk dikonsumsi. Kadar abu yang dihasilkan sebanyak 84,0987% dari syarat mutu SNI hal ini dapat mempengaruhi kualitas biskuit tersebut.
VI.             Daftar Pustaka
·         Estiasih, Teti. 2009. Teknologi Pengolahan Pangan. Jakarta : Bumi Aksara
·         Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI-Press
·         Underwood, A.L. 1981. Analisa Kimia Kuantitatif Edisi Keempat. Jakarta : Erlangga
·         http://www.library.binus.ac.id/.../2012-2-00833-HM%20Bab2001 diakses 31 Maret 2014 : 21.00 wib
·         http://www.pphp.deptan.go.id/.../SNI.../SNI%2001-2973-1992.do  diakses 31 Maret 2014 : 21.00 wib

0 komentar:

Posting Komentar

Template by:

Free Blog Templates